hancur

NSA
2 min readApr 23, 2024

--

“hidupku hancur” itu yang aku sadari ketika Ramadhan kemarin. Semua urusan ku terasa berantakan. Ruhiyah ku, mental ku, akademik ku, hubungan ku dengan orang lain, serta amanah-amanah yang aku emban. Ternyata sudah sejauh itu aku dengan Allah. Tanpa kusadari aku tidak baik-baik saja dan semakin memburuk.

Hari ini aku teringat oleh suatu perkataan abiku. Dulu, abiku pernah bilang “dunia luar memang sangat berat, tapi saya punya Al-Qur’an”. Pada saat SMA perkataan itu menguatkan ku. Namun, aku tidak memahami nya dengan baik. Pada kenyataan nya aku tidak mengamalkan perkataan itu. Aku terseok-seok dalam proses pendewasaan ini.

Setelah SMA, aku sudah terlepas dari zona nyaman yang lingkungan nya terjaga. Namun sekarang, lingkungan di sekitar ku begitu beragam dan penuh tantangan. Aku merasa butuh pegangan atau sandaran yang kuat untuk mengarungi lingkungan tersebut. Saat aku memikirkan itu, perkataan abiku kembali terngiang-ngiang di kepala ku. “Oh jadi itu maksudnya” aku bergumam.

Maksud abiku hidup ini memang tidak mudah dan kita sebagai manusia memanglah lemah. Akan tetapi, Allah tidak mungkin membiarkan kita begitu saja. Allah udah kasih ke kita petunjuk yang tidak ada keraguan di dalam nya, Al-Qur’an. Itu satu-satunya pegangan kita. Jadi, kita gak perlu takut lagi menghadapi dunia ini karena ada Al-Qur’an di sisi kita.

Namun, 2 tahun setelah SMA aku merasa telah menjauh dari Al-Qur’an. Boro-boro untuk menambah hafalan, meluangkan waktu untuk murojaah saja sulit sekali rasanya. Selain itu, seringkali tilawah hanya terasa basah di mulut dan tidak berdampak.

Hingga pada suatu saat, rasa-rasa ingin mendekat kepada Al-Qur’an terasa kembali. Waktu itu aku berkumpul dengan orang-orang baik di kampus ku, sebut saja dalam majelis ilmu. Pada majelis tersebut kami setoran beberapa ayat Al-Qur’an. Aura yang aku rasakan adalah tenang, adem, dan rindu. Seketika aku merasa tidak pantas duduk di majelis tersebut. Namun, rasa ingin berlama-lama juga tak tertahankan. Selain itu kami berdiskusi tentang dakwah. Ketika aku mendengar pendapat teman-teman ku, aku hanya bisa terdiam sambil bergumam “mashaallah”. Bagaimana bisa aku masih duduk bersama orang-orang hebat ini sedangkan aku gak ada apa-apa nya? Aku terus merasa insecure tapi tetap ingin mendengarkan lebih lanjut pendapat mereka. Pada saat itulah aku menyimpulkan “Sepertinya yang membuat mereka hebat adalah Al-Qur’an, lihat saja betapa mahirnya mereka membaca dan menghafal kan nya sehingga dapat menyampaikan pendapat yang tidak sia-sia”. Aku ingin seperti mereka…

Ternyata lingkungan sangat memengaruhi ya. Aku jadi seperti dua orang yang berbeda jika ditempatkan di tempat yang berbeda. Ketika di majelis ilmu itu aku jadi semangat baca Al-Qur’an. Ketika aku sedang kuliah aku jadi tidak mau kalah untuk memiliki kemampuan bahasa Jepang yang bagus. Bukankah kedua hal itu bisa beriringan? Al-Qur’an dan skill yang ingin aku pelajari. Bukankah kita bisa memperbaiki nya secara bersamaan? Ruhiyah, mental, akademik, hubungan manusia, dan amanah. Bisakan kita perbaiki? Belum terlambat kan untuk menyadari hidup ku sudah sehancur ini? Belum terlambat kan untuk memulai perbaiki hidup ku?

Mari kita mulai dari sekarang.

--

--